Kamis, 22 Desember 2016

HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR (TIKUS KANTOR)

 (hukuman mati bagi para koruptor)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Jakarta, Senin (5/4), menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyuapan. Hakim harus berani menerapkan hukuman itu karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
UU No 31/1999, yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu.
Undang-Undang Korupsi sudah mengatur soal itu dan membolehkan. Saya setuju penerapannya itu. Masa kita harus berdebat terus mengenai itu. 
Perlunya sanksi yang keras pada pelaku korupsi muncul kembali karena meski sudah banyak pejabat dihukum terkait kasus korupsi, sanksi tidak membuat pejabat atau orang lain jera untuk korupsi. Korupsi, khususnya suap, bahkan kini dinilai sebagai budaya
Senjata :
untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya menerapkan aturan yang keras agar membuat kapok pelakunya. ”Jika sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya
Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengakui, korupsi di negeri ini sudah parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari China yang berani melakukan perombakan besar untuk menumpas korupsi di negaranya.
Di China dilakukan pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati.
korupsi di Indonesia sedemikian merajalela dan menjadi penyakit kronis, bahkan negara ini sudah rusak. ”Korupsi terjadi di mana-mana, mulai polisi, jaksa, hakim, hingga kantor sepak bola. Ironisnya, korupsi justru merajalela dan menjadi penyakit setelah kita mengamandemen UUD 1945 selama empat kali sejak tahun 1999 hingga 2002
 mengapa koruptor harus dihukum mati, antar lain korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi juga telah mendorong pemiskinan masyarakat, membuat bangsa Indonesia rentan dan lemah, serta menggerogoti kemampuan Indonesia dalam memobilisasi investasi.
 para koruptor yang harus dihukum mati adalah para koruptor yang 'merampok' uang negara miliaran rupiah, seperti kasus dana BLBI. Jadi, bukan kelas teri, seperti karyawan yang mencuri di kantornya. "Saya sudah muak. Jadi, sebaiknya para koruptor itu dihukum mati,"
Satu pertanyaan yang mendasar bagi para pembuat undang-undang di indonesia, sebenarnya apa yang membuat mereka tidak berani menghukum mati para koruptor?apakah jangan-jangan mereka sendiri yang ingin korupsi dan takut di hukum mati?pertanyaan yang sangat menggelitik sekali. Lantas sebenarnya hukuman apa yang sesuai bagi para koruptor yang bisa membuat mereka jera dan bertobat untuk tidak korupsi lagi?saya tantang para pembuat anda ,coba carikan satu saja hukuman yang bisa membuat para koruptor kapok dan takut untuk mencuri uang rakyat lagi?
Saya rasa cuma hukuman mati lah yang bisa membuat mereka jera, tp ada satu ganjalan yang membuat peraturan tersebut sulit untuk direalisasikan di Indonesia. Memang komnas HAM berdalih masih banyak hukuman lain yang bisa membuat para koruptor jera selain hukuman mati. Padahal realitanya, sampai sekarang belum ada sama sekali hukuman yg tegas yang membuat mereka (koruptor-red) jera.
Justru para koruptor mendapatkan perlakuan yang high class dalam penjara. Mereka bisa keluar masuk penjara dengan bebas, bisa menikmati fasilitas pribadi yang super mewah, memperoleh hak untuk nge-sex dll. Secara matematis, jika di logika dengan nalar yang sehat, ada kemungkinan bahwa mereka para pembela HAM, takut menghukum mati para koruptor karena mereka sendiri juga ingin korupsi. Jika memang benar mereka bersih dari korupsi mengapa mereka (pembela HAM) takut?. 
Saya belum bisa merima alasan mereka jika cuma hak hidup saja yang dipertimbangkan. Bayangkan berapa juta rakyat miskin indonesia yang kelaparan setiap harinya dan mati, akibat tidak mendapat uang jaminan dari negara karena uangnya telah diselewengkan para koruptor. Berapa banyak rakyat yang sakit tanpa dirawat, berapa banyak rakyat kena busung lapar dan masih banyak lagi akibat dari korupsi. Apakah itu bukan melanggar HAM namanya?bahkan HAM banyak orang. Jika ditanya mengapa harus hukuman mati?

” lebih baik membunuh satu jiwa yang merugikan jutaan rakyat dari pada memeliharanya tanpa mementingkan kemaslahatan rakyat banyak. Lebih baik membunuh satu parasit(koruptor) secara langsung dari pada membunuh jutaan rakyat secara pelan-pelan”

Kelompok retensionis tidak kalah sengit mengajukan argumen yang mendukung hukuman mati. Alasan utama adalah hukuman mati memberikan efek cegah terhadap pejabat publik yang akan melakukan korupsi. Bila menyadari akan dihukum mati, pejabat demikian setidaknya akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi.
Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah.. 
Kaum kami  juga menolak pendapat kelompok kalian  yang mengatakan hukuman mati (terhadap koruptor) bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berpendapat justru korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menistakan perikemanusiaan. Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang  melanggar hak hidup dan hak asasi manusia tidak hanya satu orang, namun jutaan manusia.

Kelompok kami berpendapat, hukuman mati terhadap koruptor tidak melanggar konstitusi sebagaimana telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi.”.

Dalam keadaan darurat korupsi seperti sekarang ini dimana korupsi telah menyebabkan kemiskinan yang luas dan karenanya ‘membunuh’ hak hidup jutaan manusia, adalah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu orang koruptor.  Jadi pertimbangan utamanya adalah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hukuman mati juga diterapkan untuk memberikan peringatan keras pada para pejabat publik untuk tidak melakukan korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar